Rss Feed Facebook Twitter Google Plus

post:


Kamis, 30 Mei 2013

Kader PMII Bikin Web Matematik

JAKARTA,- Kader dan alumni PMII (PergerakanMahasiswa Islam Indonesia) saat ini tidak hanya menekuni disiplin ilmu-ilmu keagamaan dan sosial saja, namun juga merambah pada disiplin keilmuan lainnya seperti ekonomi, medis, sains, teknik dan sebagainya.

Salah satunya adalah Agus Natsuki Mizuno. Ia adalah alumni PMII yang menamatkan S-1 di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Indonesia. Bersama sahabat-sahabatnya, ia merancang situs pembelajaran online matematika bagi pelajar SMP-SMA dan mahasiswa, dengan alamat www.mathsolar.com.

Situs tersebut didesain sebagai forum diskusi bagi pelajar dan mahasiswa untuk berbagi ilmu dan memecahkan soal-soal matematika yang sulit, “Setiap hari kami banyak menjawab pertanyaan soal-soal matematika yang sulit dan sering keluar di UN dan SNMPTN yang ditanyakan pelajar se-Indonesia,” papar Agus yang pernah menjadi pengurus PMII Cabang Depok di tahun 2001-2002, kepada NU Online di Jakarta, Senin, (20/5).

Menurut putra Prof. Dr. Prijono Tjiptoherijanto (Guru Besar FEUI) pelajaran matematika tidaklah sulit, asal dipelajari dengan strategi belajar yang tepat, yaitu belajar satu topik sampai tuntas, “Di Jepang, kursus matematika yang laku keras. Di Indonesia, justru tidak laku karena memang yang dipelajari di kursus matematika tersebut merupakan kurikulum intrakurikuler pelajar Jepang,” kata Agus yang memang keturunan Jepang dari ibunya.

Sebagai alumni PMII, Agus pun ingin berkontribusi bagi pencerdasan pelajar dan santri NU dengan mendukung Pesantren Kilat Sukses Masuk PTN 2013 yang diselenggarakan Forum Alumni PMII UI di Jakarta, Bandung, Cikarang, Wonosobo dan Tuban.

Bahkan di tengah kesibukannya bekerja sebagai profesional di bidang matematika, Agus masih menyempatkan diri setiap sabtu mengajar langsung di Sanlat wilayah Jakarta yang bertempat di Pesantren Ekonomi Darul Uchuwah Kedoya Jakarta Barat. NUOnline
Read more

Rabu, 01 Mei 2013

DASAR-DASAR JURNALISTIK



1. Pengertian Jurnalistik

Definisi jurnalistik sangat banyak. Namun pada hakekatnya sama, para tokoh komunikasi atau tokoh jurnalistik mendefinisikan berbeda-beda. Jurnalistik secara harfiah, jurnalistik (journalistic) artinya
 

kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam
 bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.


Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah seperangkat atau suatu alat madia massa. Pengertian jurnalistik dari berbagai literature dapat dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak. Namun jurnalistik mempunyai fungsi sebagai pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Apapun yang terjadi baik peristiwa
 faktual (fact) atau pendapat seseorang (opini), untuk menjadi sebuah berita kepada khalayak. 

Jurnalistik adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaopran setiap hari. Jadi jurnalistik bukan pers, bukan media massa. Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk 
menyiapkan, mengedit, dan menulis surat kabar, majalah, atau berkala lainnya. 

Untuk lebih jelasnya apa yang dimaksud dengan jurnalistik, dibawah ini adalah definisi dari para tokoh tentang jurnalistik seperti yang di rangkum oleh Kasman dalam bukunya bahwa jurnalistik adalah:
 

F. Fraser Bond dalam bukunya An Introduction to Journalism menyatakan:
 
Journalism ambraces all the forms in which and trough wich the news and moment on the news reach the public”. Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.
 

M. Djen Amar, jurnalistik adalah usaha memproduksi kata-kata dan gambar-gambar yang dihubungkan dengan proses transfer ide atau gagasan dengan bentuk suara, inilah cikal bakal makna jurnalistik sederhana. Pengertian menurut Amar juga dijelaskan pada Sumadiria. Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah, dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya.
 

M. Ridwan, Jurnalistik adalah suatu kepandaian praktis mengumpulkan, mengedit berita untuki pemberitaan dalam surat kabar, majalah, atau terbitan terbitan berkala lainnya. Selain bersifat ketrampilan praktis,
 jurnalistik merupakan seni. 

Onong U. Effendi, jurnalistik adalah teknik mengelola berita sejak dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak. Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang
 sifatnya informatif saja. 

Adinegoro, jurnalistik adalah semacam kepandaian karang-mengarang yang pokoknya memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Sedang menurut Summanang, mengutarakan lebih singkat lagi, jurnalistik adalah segala sesuatu yang menyangkut
 kewartawanan. 

Dalam buku Jurnalistik Indonesia karya Sumadiria juga mengungkapkan pengertian beberapa tokoh antara lain; F.Fraser Bond, Roland E. Wolseley, Adinegoro, Astrid S. Susanto, Onong U. Effendi, Djen Amar, Erik Hodgins, Kustadi Suhandang, dan bahkan penulis itu sendir Haris
Sumadiria. 

Roland E. Wolseley dalam Understanding Magazines (1969:3), jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan
 disiarkan di stasiun siaran. 

Astrid S. Susanto, jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari.
 

Erik Hodgins (Redaktur Majalah Time), jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama, dan cepat, dalam rangka membela kebenaran dan keadilan.
 

Haris Sumadiria, pengertian secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
 

Dalam buku Kustadi Suhandang, juga terdapa satu pakar lagi yang mendefinisikan pengertian jurnalistik, yaitu A.W. Widjaya, menyebutkan bahwa jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peristiwa atau kejadian sehari-hari yang aktualdan factual dalam waktu yang secepat-cepatnya.
 

Sedang menurut Kustadi Suhandang sendiri, jurnalistik adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.
 

Menurut A.Muis dan Edwin Emery yaitu; A.Muis (pakar hukum komunikasi) mengatakan bahwa definisi tentang jurnalistik cukup banyak. Namun dari definisi-definisi tersebut memiliki kesamaan secara umum. Semua definisi juranlistik memasukan unsur media massa, penulisan berita, dan waktu yang tertentu (aktualitas). Menurut Edwin Emery juga sama mengatakan dalam jurnalistik selalu harus ada unsur kesegaran waktu (timeliness atau aktualitas). Dan Emery menambahkan bahwa seorang jurnalis memiliki dua fungsi utama. Pertama, fungsi jurnalis adalah melaporkan berita. Kedua, membuat interpretasi dan memberikan pendapat yang didasarkan pada beritanya.
 

Menurut Ensiklopedi Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.
 

Sumadiria juga menambahkan bahwa jurnalistik dalam Leksikon Komunikasi dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita dan karangan untuk surat kabar, majalah, dan media massa lainnya seperti radio dan televisi.
 

2. Ruang Lingkup Jurnalistik
 
 
Ruang lingkup jurnalistik sama saja dengan ruang lingkup pers. Dalam garis besar jurnalistik Palapah dan Syamsudin dalam diktat membagi ruang lingkup jurnalistik ke dalam dua bagian, yaitu : news dan views  (Diktat “Dasar-dasar Jurnalistik”).
News dapat dibagi menjadi menjadi dua bagian besar, yaitu : 
1. Stainght news, yang terdiri dari :
 
a) Matter of fact news
 
b) Interpretative report
 
c) Reportage
 

2. Feature news, yang terdiri dari :
 
a) Human interest features
 
b) Historical features
 
c) Biographical and persomality features
 
d) Travel features
 
e) Scientifict features
 

Views dapat dibagi kedalam beberapa bagian yaitu :
 
a) Editorial
 
b) Special article
 
c) Coloum
 
d) Feature article 

3. Sejarah Jurnalistik
 

Pada mulanya jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informatif saja. Itu terbukti pada Acta Diurna sebagai produk jurnalistik pertama pada zaman Romawi Kuno, ketika kaisar Julius
Caesar berkuasa. 

Sekilas tentang pengertian dan perkembangan jurnalistik, Assegaff sedikit menceritakan sedikit sejarah. Bahwa jurnalistik berasal dari kata Acta Diurna, yang terbit di zaman Romawi, dimana berita-berita
 dan pengumuman ditempelkanatau dipasang di pusat kota yang di kala itu disebut Forum Romanum. Namun asal kata jurnalistik adalah “Journal” atau “Du jour” yang berarti hari, di mana segala berita atau warta sehari itu termuat dalam lembaran tercetak. Karena kemajuan teknologi dan ditemukannya percetakan surat kabar dengan system silinder (rotasi), maka istilah “pers muncul”, sehingga orang lalu mensenadakan istilah “jurnalistik” dengan “pers”. 
 
Sejarah yang pasti tentang jurnalistik tidak begitu jelas sumbernya, namun yang pasti jurnaliatik pada dasarnya sama yaitu diartikan sebagai laporan. Dan dari pengertian ada beberapa versi. Kalau dalam dari sejarah Islam cikal bakal jurnalistik yang pertama kali didunia adalah pada zaman Nabi Nuh. 
 
Suhandang dalam bukunya juga menerangkan sejarah Nabi Nuh terutama dalam menyinggung tentang kejurnalistikan. Dikisahkan bahwa pada waktu itu sebelum Allah SWT menurunkan banjir yang sangat hebatkepada kaum yang kafir, maka datanglah maiakat utusan Allah SWT kepada Nabi Nuh agar ia memberitahukan cara membuat kapal sampai selesai. Kapal yang akan dibuatnya sebagai alat untuk evakuasi Nabi Nuh beserta sanak keluarganya, seluruh pengikutnya yang shaleh dan segala macam hewan masing-masing satu pasang. Tidak lama kamudian, seusainya Nabi Nuh membuat kapal, hujan lebat pun turun berhari-hari tiada hentinya. Demikian pula angin dan badai tiada henti, menghancurkan segala apa yang ada di dunia kecuali kapal Nabi Nuh. Dunia pun dengan cepat menjadi lautan yang sangat besar dan luas. Saat itu Nabi Nuh bersama oranng-orang yang beriman lainnya dan hewan-hewan itu telah naik kapal, dan berlayar dengan selamat diatas gelombang lautan banjir yang  sangat dahsyat. 

Hari larut berganti malam, hingga hari berganti hari, minggu berganti minggu. Namun air tetap menggenang dalam, seakan-akan tidak berubah sejak semula. Sementara itu Nabi Nuh beserta lainnya yang ada dikapal mulai khawatir dan gelisah karena persediaan makanan mulai menipis. Masing-masing penumpang pun mulai bertanya-tanya, apakah air bah itu memang tyidak berubah atau bagaimana? Hanya kepastian tentang hal itu saja rupanya yang bisa menetramkan karisuan hati mereka. Dengan menngetahui situasi dan kondisi itu mereka mengharapkan dapat memperoleh landasan berfikir untuk melakukan tindak lanjut dalam menghadapi penderitaanya, terutama dalam melakukan penghematan yang cermat.
 

Guna memenuhi keperluan dan keinginan para penumpang kapalnya itu Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk meneliti keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Setelah beberapa lama burung itu terbang mengamati keadaan air, dan kian kemari mencari makanan, tetapi
 sia-sia belaka. Burung dara itu hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun (olijf) yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun di patuknya dan dibawanya pulang ke kapal. Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting zaitun. Nabi Nuh mengambil kesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, namun seluruh permukaan bumi masih tertutup air, sehingga burung dara itu pun tidak menemukan tempat untuk istirahat demikianlah kabar dan berita itu disampaikan kepada seluruh anggota penumpangnya. 

Atas dasar fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) yang pertama kali di dunia. Bahkan sejalan dengan teknik-teknik dan caranya
 mencari serta menyiarkan kabar (warta berita di zaman sekarang dengan lembaga kantor beritannya). Mereka menunjukan bahwa sesungguhnya kantor berita yang pertama di dunia adalah Kapal Nabi Nuh. 

Data selanjutnya diperolah para ahli sejarah negara Romawi pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi (Imam Agung) mencatat segala kejadian penting yang diketahuinya pada annals (papan tulis yang digantungkan di serambi rumahnya). Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.
 

Pengumuman sejenis itu dilanjutkan oleh Julius Caesar pada zaman kejayaannya. Caesar mengumumkan hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya, dengan jalan menuliskannya pada papan pengumuman berupa papan tulis pada masa itu. (60 SM) dikenal dengan acta diurnadan diletakkan di Forum Romanum (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum. Terhadap isiacta diurnal tersebut setiap orang boleh membacanya, bahkan juga boleh mengutipnya untuk kemudian disebarluaskan dan dikabarkan ke tempat lain.
 

Baik hikayat Nabi Nuh menurut keterangan Flavius Josephus maupun munculnya acta diurna belum merupakan suatu penyiaran atau penerbitan sebagai harian, akan tetapi jelas terlihat merupakan gejala awal perkembangan jurnalistik. Dari kejadian tersenut dapat kita ketahui adanya suatu kegiatanyang mempunyai prinsip-prinsip komunikasi massa pada umumnya dan kejuruan jurnalistik pada khususnya. Karena itu tidak heran kalau Nabi Nuh dikenal sebagai wartawan pertama di dunia. Demikian pula acta diurna sebagai cikal bakal lahirnya surat kabar harian.
 

Seiring kemajuan teknologi informasi maka yang bermula dari laporan harian maka tercetak manjadi surat kabar harian. Dari media cetak berkembang ke media elektronik, dari kemajuan elektronik terciptalah media informasi berupa radio. Tidak cukup dengan radio yang hanya berupa suara muncul pula terobosan baru berupa media audio visual yaitu TV (televisi). Media informasi tidak puas hanya dengan televisi, lahirlah berupa internet, sebagai jaringan yang bebas dan tidak terbatas. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi telah melahirkan banyak media (multimedia).
 
Oleh: M. Subhan Anshory
DAFTAR PUSTAKA
 

Assegaff, 1982, Jurnalistik Masa Kini: Pengantar Ke Praktek Kewartawanan, Jakarta, Ghalia Indonesia.
 
Muis, A. 1999, Jurnalistik Hukum Komunikasi Massa, Jakarta: PT. Dharu Annutama.
 
Kasman, Suf. 2004, Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prinsip Da’wah Bi Al-Qalam dalam Al-Qur’an, Jakarta, Penerbit Teraju
.
Romli, Asep Syamsul M. 2005, Jurnalistik Terapan: Pedoman Kewartawanan dan Kepenulisan, Bandung, Batic Press
.
Suhandang, Kustadi. 2004, Penngantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik. Bandung, Penerbit Nuansa.
 
Sumadiria, AS Haris. 2005, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung, Simbiosa Rekatama Media.
 
Palapah dan Syamsudin. 1994, Diktat “Dasar-dasar Jurnalistik”. 9.
Read more

PBNU: Gerak PMII Harus Tetap Pancasila dan Aswaja


Jakarta, NU Online
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU H Abdul Mun’im DZ mengatakan, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) adalah gerakan intelektual muda. Organisasi ini memiliki peran strategis untuk NU dan Indonesia di masa yang akan datang.

Menurut Mun’im, PMII telah berperan dalam kaderisasi NU. Hal itu terbukti ketika masa rezim Orde Baru, “Ketika kaderisasi NU mandeg, PMII terus berjalan. Kemudian sekarang terlihat, PMII mewarnai NU di semua tingkatan,” katanya di gedung PBNU, Rabu (17/4).

Dulu, PMII menghadapi Orde Baru, sekarang yang dihadapi adalah globalisasi, baik dari pemikiran, ekonomi, dan agama. Dalam pemikiran dan gerakan, PMII jangan mengikuti yang liberal dan radikal. Justru harus dihadapi.

Wasekjen PBNU yang pernah aktif di PMII Yogyakarta tahun 1985 ini mengatakan, cara menghadapi kedua kubu itu, PMII harus berpegang kepada ideologi NU, yaitu Pancasila dan Islam Ahlussunah wal-Jamaah.  
Sementara dalam bergerak, PMII juga harus berpegang sebagaimana NU. Runtutannya melalui risalah (berpikir), musyawarah (digodok), istikharah (bertanya kepada kiai atau langsung kepada Allah). Kemudian bergerak, berjuang untuk masyarakat.

“Kritik saya kepada gerakan PMII sekarang adalah lebih banyak menggunakan paradigma luar PMII, padahal di NU sudah menyediakannya,” pungkasnya.

Penulis: Abdullah Alawi 
Read more

PMII Tolak Rencana Kenaikan BBM


JAKARTA,- Telaah kebijakan pemerintah atas pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menimbulkan kontradiksi di kalangan aktivis mahasiswa, pemerintah menganggap pembatasan subsidi menjadi jawaban untuk menekan defisit anggaran yang disebabkan oleh konsumsi BBM bersubsidi sangat tinggi, dalam hal ini pemerintah sudah sudah mematangkan teknis pelaksanaan harga BBM dengan harga yang berbeda, artinya pilihan kebijakan ini kemungkinan akan di berlakukan.

Namun, hal itu dianggap belum tepat apabila kebijakan pembatasan dilaksanakan dalam waktu dekat ini, karena pemerintah masih mempunyai masalah terhadap pengawasan. “Sepanjang pemerintah belum memberlakukan sistem pengawasan yang tegas dalam penjualan BBM maka kebijakan itu (pembatasan) belum tepat untuk diterapkan,” ujar Sekretaris Jenderal PB PMII, Jabidi Ritonga saat ditemui di Kantor PB PMII, Jalan Salemba Tengah, No. 57 A, Jakpus, Jum’at, (19/4).

Menurutnya, apa ukuran pemerintah bisa menjamin tidak ada penyelewengan BBM.  “Artinya apa, karena fungsi pengawasan dan kontroling pemerintah terhadap penjualan BBM itu tidak jalan,” ungkap Jabidi.

Jabidi menjelaskan,  untuk menutupi defisit anggaran, banyak sektor- sektor lain yang bisa di jadikan strategi pengendalian BBM, misalnya dengan cara penerapan konversi BBM ke Gas, jika pembatasan BBM subsidi jadi sasaran, bahwa pemanfaatan dan pengendalian terhadap sektor-sektor sumber daya alam belum bisa di maksimalkan, banyaknya terjadi Ilegal fishing, pertahun Indonesia di rugikan hampir 30 Triliun, belum lagi banyaknya pertambangan yang ilegal dan penebangan hutan liar. “Padahal, inikan sektor-sektor yang bisa menguntungkan negara dan bisa menutupi defisit anggaran, jika di awasi dengan baik,” terang Jabidi.

Terkait kebijakan harga premium yang berbeda yakni Rp.4500 untuk kendaraan plat kuning dan Rp.6500 untuk kendaraan plat hitam, Jabidi menegaskan, dalam Undang-Undang Dasar (UUD) bahwa, setiap warga negara harus mendapatkan hak yang sama, karena pengelolaan negara bukan seperti mengeloa perusahaan yang bicara untung dan rugi, tapi bagaimana negara bisa mensejahterahkan rakyatnya secara merata.

“Jadi, pemerintah jangan membuat sudut pandang bahwa yang melakukan pemborosan itu adalah masyarakat, tapi yang lebih utama pemerintah harus bisa mengontrol pengusaha-pengusaha SPBU untuk meminimalisir penyelewengan BBM,” tukasnya.

Sebelumnya, pakar migas, Imam Kurtubi menilai, pengontrolan setiap SPBU terhadap tingkat konsumsi tidak efektif. “Karena tidak mungkin setiap mobil harus di mata-matai setiap bulannya,” pungkasnya. Yayan|dutaonline

Read more

Jumat, 19 April 2013

Kaderisasi PMII Kampus Umum : Institusional Building


Oleh : Artha Purdiansyah[2]

“Hanya melalui kesatuan bangunan dalam bingkai organisasi yang utuhlah, proses kaderisasi pada setiap jengjang level pengkaderan akan berjalan maksimal serta mampu memberikan jawaban akan kebutuhan dan permasalahan pengkaderan dewasa ini”
Idiom diatas barangkali dapat dijadikan renungan dan evaluasi bersama akan pentingnya percepatan perubahan dan penyesuaian terhadap tantangan kondisi dinamika masyarakat kekinian baik ditingkatan lokal, regional maupun nasional yang menuntut PMII untuk selalu mencari, memikirkan, dan membuat bangunan formulasi baru dan tepat terhadap kaderisasi dalam konteks adaptasi perubahan. Kondisi ini menuntut PMII untuk selalu membangun solidaritas internal sebagai upaya untuk mewujudkan bangunan kaderisasi yang kokoh, sebagai bagian dari jawaban PMII terhadap tantangan perubahan tersebut[3].
            Forum pertemuan kaderisasi nasional yang diadakan PB PMII pada awal tahun 2012 lalu, memberikan sebuah gambaran terhadap kondisi warga pergerakan (baca:PMII) dalam potret kaderisasi serta kontribusi output yang dihasilkan dewasa ini. Bidang Kaderisasi PB PMII pada saat itu menyampaikan bahwa PMII belum mampu menjawab tantangan yang hadir ditengah-tengah masyarakat. Ditengah-tengah berkembang pesatnya pembangunan dan tuntutan perubahan ditengah masyarakat dewasa ini, kader-kader PMII belum mampu mengisi ruang-ruang kosong dalam merebut perubahan terebut.
            Tantangan ini yang harus mampu ditangkap oleh setiap kader, agar pada saatnya nanti PMII tidak tertinggal oleh perubahan, dimana sebagaimana hal tersebut selalu hadir sebagai sebuah jawaban atas keluhan kader dalam setiap periode kepengurusan ditingkatan rayon, komisariat, maupun cabang nantinya. Sebab jika kita potret lebih dalam lagi masih banyak ruang-ruang yang seharusnya mampu diisi oleh kader-kader PMII melalui proses kaderisasi yang terkonsep dan berjenjang.
              Produk serta formulasi kaderisasi PMII yang telah terskema dengan sistematis dan konseptual belum mampu diterjemahkan dan dipahami secara tuntas oleh kader-kader yang memiliki tanggung jawab dalam setiap proses kaderisasi pada tingkatan level organisasi di PMII.  Sehingga dewasa ini yang sering terjadi pada tataran basis kader adalah semangat militansi dan loyalitas kader terkesan semu dan tak terarah, yang disebabkan oleh kurang maksimalnya transformasi dan internalisasi nilai-nilai ke PMII an pada kader melalui formulasi kaderisasi yang ada.
            Problem kaderisasi yang dewasa ini masih kurang terjamah oleh desain kaderisasi adalah bagaimana pola pengkaderan dapat memberikan ruang sebagai media aktualisasi bagi anggota, kader dan mereka yang telah purna/pasca sebagai pengurus PMII. Sering kali pada beberapa kepengurusan di tingkatan rayon, komisariat dan cabang belum terdapat desain yang sinergis serta mampu mengakomodir kepentingan kaderisasi.
            Berangkat dari bangunan history dan filosofis berdirinya lembaga pendidikan di suatu wilayah, mahasiswa sebagai bagian civitas akademika yang berada didalamnya harus mampu memberikan kebermanfaatan melalui output yang dihasilkan dari sayap-sayap keilmuan fakultatifnya dengan kajian ilmiah dan pendampingan pada masyarakat secara berkelanjutan. Sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat dan tanggung jawab keilmuan mahasiswa pada perubahan dan kontrol sosial.
            Mahasiswa dan PMII merupakan bagian yang saling berkaitan dan tak terpisahkan. Sebab berawal dari mahasiswalah kita mengenal dan menjadi kader PMII serta berangkat dari ruang-ruang ilmiah dibangku kuliahlah kita diperkenalkan oleh berbagai khasanah wawasan sebagai bekal keilmuan dan modal pengembangan sayap gerakan serta kaderisasi. Input inilah yang nantinya harus mampu diolah dan dimaksimalkan melalui konsepsi dan formulasi kaderisasi yang telah terskema dengan sistematis agar output kader dan alumni yang dihasilkan nantinya mampu memiliki andil dalam menjaga eksistensi organisasi dan penguatan sayap-sayap gerakan untuk mengisi dan merebut ruang-ruang perubahan dalam menciptakan civil society.
Kaderisasi dikampus umum
            Model dan formulasi kaderisasi yang dilaksanakan pada proses internalisasi nilai dan pembentukan karakter kader PMII pada level basis kader memiliki karakteristik dan kultur yang berbeda-beda menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan tipologi karakter mahasiswa pada tingkatan lembaga serta fakultatif tertentu. Tahapan mengurai dan menganalisa lebih dalam ini pada akhirnya nanti akan membantu pengurus pada tiap level lembaga dalam menentukan metode, saluran dan arahan output yang ingin dicapai melalui proses kaderisasi tersebut.
            Berangkat dari kompleksitas kondisi tersebut, metode kaderisasi yang dijalankan sahabat-sahabat pengurus rayon maupun komisariat memiliki kultur karakteristik dan tantangan yang lebih kompleks dibandingkan dengan yang ada pada kampus-kampus yang berlatar belakang Islam. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi sahabat-sahabat pengurus untuk lebih inovatif dan progresif dalam menjalankan agenda kaderisasi pada setiap lembaganya.
            Kekayaan bidang kajian keilmuan yang terdapat dikampus umum, dengan hadirnya bermacam fakultatif keilmuan yang beragam dan secara khusus mempelajari disiplin ilmu tertentu sebaiknya dapat dijadikan modal dasar pengurus untuk dapat memaksimalkan potensi fakultatif tersebut melalui pemetaan dan program pengembangan potensi akademik kader agar dapat dimaksimalkan pada ruang-ruang implementasi keilmuan yang terdapat ditiap jenjang lembaga.
            Pengembangan potensi-potensi tersebut diatas akan mampu dijadikan salah satu ruang implementasi nilai yang didapat pada proses pengkaderan di PMII melalui lembaga-lembaga akademik maupun minat bakat kemahasiswaan yang berada di kampus (baca:ormawa).
            Selain dari pada itu, penanaman nilai-nilai keIslaman dan pemahaman akan kePMIIan harus mampu disesuaikan dengan porsinya melalui ruang kaderisasi non formal dan ruang-ruang kultural yang ada. Sehingga pemahaman akan nilai-nilai tersebut dapat tersampaikan secara kontekstual maupun tekstual dan akan lebih lunak penyampaian juga pemahamannya serambi mengatur ritme pengkaderan pada tingkatan yang selanjutnya.
            Berawal dari bangunan tersebut, PMII pada akhirnya akan mampu menjawab tantangan yang hadir dalam konteks kekinian dengan pergeseran pola pikir dan tingkah laku mahasiswa terhadap pemahaman pentingnya berorganisasi, dengan memberikan jawaban atas kebutuhan mahasiswa.
Menemukan formulasi kaderisasi
            Heterogennya latar belakang kultural mahasiswa di kampus umum serta academic regulations yang ada menjadi tantangan tersendiri bagi PMII dikampus umum agar tetap mampu bertahan ditengah-tengah masyarakat kampus yang beragam. Kampus sebagai salah satu akses kader untuk survive pada keilmuan menjadi sebuah bagian keniscayaan tersendiri. Diruang keilmuan formal tersebut kader akan mendapatkan akses keilmuan yang sekiranya tak didapatkan pada ruang informal.
            Keberadaan PMII kampus umum di Indonesia telah banyak berkembang. Secara kuantitas pun kader-kader PMII  dikampus umum (Unej, UB, UGM, UI dsb) telah tersebar dan telah memiliki alumni yang tersebar ditengah-tengah masyarakat. Alumni yang tercetak melalui pendidikan formal dibangku perkuliahan dan melalui proses penanaman nilai pada proses pengkaderan di PMII pun juga tak kalah besar secar kuantitas maupun kualitas. Hal ini harus dapat di manfaatkan sebagai ruang untuk membangun akses pengembangan output yang dihasilkan pada proses kaderisasi di PMII agar mampu mengisi ruang-ruang pengabdian dimasyarakat kelak.
Pencapaian kuantitas anggota tersebut tidak terlepas dari strategi dan metode penjaringan anggota yang digunakan meskipun dalam perjalanannya terdapat sedikit ketimpangan secara kuantitas yang seharusnya bisa diminimalisir dengan kematangan konsep taktis skematik yang mampu ditransformasikan pada tiap lembaga. Kelemahan mendasar tersebut membuat ketimpangan kuantitas anggota terjadi pada lembaga-lembaga lainnya. Sehingga diperlukan soliditas organ sebagai prasyarat utama agar terbentuk pemahaman yang masif terhadap metode kaderisasi pada tahapan mapaba. Sebagai contoh pada tahapan pengawalan kaderisasi pada lingkungan PMII Komisariat Universitas Jember memiliki tahapan proses yang berantai dan berkesinambungan, yang tanpa disadari seyogyanya apabila hal tersebut diskemakan secara rinci dan sistematis akan menjadi suatu metode yang baik dalam memaksimalkan perebutan basis masa keanggotaan dikampus umum.
            Seperti yang dilaksanakan PMII dikampus umum lainnya. Sebelum menginjak pada proses pendidikan formal mapaba, rayon-rayon dilingkungan PMII Komisariat Universitas Jember sering memaksimalkan bulan awal saat mahasiswa baru masuk untuk mempersiapkan format kegiatan pra mapaba yang terangkai dalam bentuk kegiatan yang berorientasi pada bangunan kedekatan personal, pemahaman dan pengenalan tentang keorganisasian dan kemahasiswaan dengan bentuk kegiatan non formal sebagai pondasi awal bagi PMII untuk dapat merebut komunitas baru dalam lingkup mahasiswa baru sebelum siap memasuki jenjang mapaba.
            Jejang persiapan dan pendampingan tersebut nantinya akan berlanjut pada tahapan pendidikan formal Mapaba dan tindak lanjutnya pada pra mapabanya. Sehingga dengan metode ini pengurus mampu memaksimalkan ruang kaderisasi di rayon maupun komisariat untuk mengatur ritme tahapan pendampingan terhadap anggota berupa penanaman ideologisasi terhadap anggota. Selain itu pula seleksi dan bentuk pendampingan pada awal proses pengenalan terhadap PMII ini pada akhirnya akan menciptakan kader yang memiliki totalitas sebagai anggota PMII.
            Kajian dan diskusi ringan kaderisasi selalu menarik dan tak akan ada habisnya untuk dibicarakan. Sebab melalui saluran dan pemahaman inilah eksistensi organisasi akan tetap terus terjaga. Wacana tentang hal tersebut sering hadir pada ruang-ruang diskusi formal maupun non formal yang hadir diwarung-warung kopi. Sumbangsih terhadap pemikiran baru terhadap kaderisasi dilingkungan PMII Komisariat Universitas Jember akan menjadi suatu jawaban terhadap tantangan dan dinamika perkembangan masyarakat dewasa ini.
Membentuk bangunan kelembagaan kaderisasi
            Kekuatan dan kebesaran institusi kelembagaan PMII di kampus umum secara basis keanggotaan, secara niscaya tak akan memberikan kebermanfaatan dalam konteks kaderisasi tanpa adanya kesadaran bersama akan pemahaman dan tanggung jawab kelembagaan terhadap pengawalan setiap proses pengkaderan.
            Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa konsepsi yang matang menjadi sesuatu yang urgent dalam pengkaderan. Sebab berangkat dari hal itulah arahan kaderisasi dapat ditentukan, akan diarahkan dan dibawa kemana proses kaderisasi yang telah kita berikan pada para anggota dan kader pada setiap level lembaga. Pemahaman atas tanggung jawab kaderisasi pun selayaknya harus berangkat dari bangunan pemahaman akan pentingnya argumentasi kaderisasi pada individu personal maupun kelembagaan dalam melangsungkan proses kaderisasi.
            Berbicara tentang pemahaman atas argumentasi kederisasi diatas, yang harus mampu secara tuntas dipahami dan dimengerti oleh setiap pengkader, disini akan sedikit dihadirkan pemahaman akan hal tersebut. Argumentasi kaderisasi merupakan sebuah bentuk pemahaman atas apa yang mendasari kita melakukan proses kaderisasi. Terdapat 5 argumentasi kaderisasi yaitu argumentasi idealis yakni sebuah bentuk pewarisan nilai-nilai, argumentasi strategis sebagai bentuk optimalisasi potensi kader, berikutnya argumentasi praksis yakni kepentingan untuk memperbanyak anggota, selanjutnya argumentasi pragmatis dalam kaitannya dengan eksistensi organisasi, dan yang terakhir argumentasi administratif yaitu menjalankan mandat organisasi[4].
            Dewasa ini pemahaman akan argumentasi kaderisasi tersebut belum mampu secara masif dipaham oleh para pengurus dan kader yang memiliki tanggung jawab untuk mengkader. Padahal argumentasi tersebut menjadi hal dasar yang semestinya telah dimengerti oleh setiap diri pengkader.
            Berangkat dari hal tersebut diatas, dalam proses berjalannya roda organisasi pada level lembaga rayon masih sering dijumpai kesenjangan pemahaman akan konsepsi kaderisasi. Sehingga yang terjadi kesenjangan tersebut berefek pada kinerja kelambagaan tersebut yang tercermin dari jumlah kuantitas anggota dan kualitas kader yang ada didalam lembaga tersebut. Kondisi kesenjangan tersebut jika dibiarkan secara berlarut dapat mengancam eksistensi organisasi.
            Melihat realita kondisi kaderisasi yang belum terkonsep secara hierarki pada setiap jenjang level organisasi, dirasa perlu adanya bentuk pembagian wewenang dan tugas setiang elemen organisasi pada poros porsinya dalam mengawal proses kaderisasi pada setiap jenjangnya sebagai salah satu bentuk pengawalan yang masif dan konkrit pada konteks proses pengkaderan.
            Berbicara mengenai pembagian wewenang dan tugas pengawalan kaderisasi tersebut dimaksudkan agar pada setiap level organisasi tertanam jelas haluan dan sistem pengkaderan yang terkonsep secara rapih dan sistematis. Dimanakah posisi cabang pada tingkatan kelembagaannya dalam mengawal kaderisasi, bagaimanakah peran dan porsi surveillance komisariat dalam memberikan arahan pengkaderan pada level dibawahnya, serta apa yang harus dilakukan rayon-rayon melalui ruang prosesnya yang ideal mampu melahirkan anggota dan kader yang loyal dan progresif.
            Wacana mengenai bangunan sistem kaderisasi serta diskursus mengenai posisi dan peran level kelembagaan yang menaunginya dalam kontribusi pada pengawalan kaderisasi di wilayah Jember dan Universitas Jember pada khususnya telah menjadi pembicaraan dan kajian yang menarik dibicarakan kembali khususnya bagi sahabat-sahabat kader yang berasal dari kampus umum semenjak konsepsi kaderisasi “The Leading Sectors” diwacanakan oleh PB PMII. Tentang rumusan apa yang tepat untuk dijalankan dalam menjalankan proses kaderisasi di kampus umum. Semoga berangkat dari tulisan singkat ini, sahabat-sahabat sekalian dapat memetik beberapa point yang kemudian perlu untuk difikirkan dalam ruang diskusi transaksi gagasan yang membangun.
                                                                        Jakarta, 25 Maret 2013.


[1] Tulisan ini diterbitkan pada buletin kontemplasi PMII Rayon Fakultas Sastra Universitas Jember.
[2] Mandataris RTK IV PMII Komisariat Universitas Jember 2011/2012.
[3] Baca buku Merebut Kekuatan Perubahan  team kaderisasi PKC Jawa Timur 2003-2005, Materi Konkorcab XVII PMII PKC 2003-2005.
[4] Baca buku Multi Level Strategi PMII
Read more
 

Blogger news

Blogroll

Selamat datang di blog kami,Rayon Teknik PMII-UMM,Sekretariat : Perumahan MSI BLOK G. No. 14 Jetis Malang,Phone : 087759937991

About

Blog Archive