Oleh : Artha Purdiansyah[2]
“Hanya
melalui kesatuan bangunan dalam bingkai organisasi yang utuhlah, proses
kaderisasi pada setiap jengjang level pengkaderan akan berjalan
maksimal serta mampu memberikan jawaban akan kebutuhan dan permasalahan
pengkaderan dewasa ini”
Idiom
diatas barangkali dapat dijadikan renungan dan evaluasi bersama akan
pentingnya percepatan perubahan dan penyesuaian terhadap tantangan
kondisi dinamika masyarakat kekinian baik ditingkatan lokal, regional
maupun nasional yang menuntut PMII untuk selalu mencari, memikirkan, dan
membuat bangunan formulasi baru dan tepat terhadap kaderisasi dalam
konteks adaptasi perubahan. Kondisi ini menuntut PMII untuk selalu
membangun solidaritas internal sebagai upaya untuk mewujudkan bangunan
kaderisasi yang kokoh, sebagai bagian dari jawaban PMII terhadap
tantangan perubahan tersebut[3].
Forum
pertemuan kaderisasi nasional yang diadakan PB PMII pada awal tahun
2012 lalu, memberikan sebuah gambaran terhadap kondisi warga pergerakan
(baca:PMII) dalam potret kaderisasi serta kontribusi output yang dihasilkan dewasa ini. Bidang Kaderisasi PB PMII
pada saat itu menyampaikan bahwa PMII belum mampu menjawab tantangan
yang hadir ditengah-tengah masyarakat. Ditengah-tengah berkembang
pesatnya pembangunan dan tuntutan perubahan ditengah masyarakat dewasa
ini, kader-kader PMII belum mampu mengisi ruang-ruang kosong dalam
merebut perubahan terebut.
Tantangan
ini yang harus mampu ditangkap oleh setiap kader, agar pada saatnya
nanti PMII tidak tertinggal oleh perubahan, dimana sebagaimana hal
tersebut selalu hadir sebagai sebuah jawaban atas keluhan kader dalam
setiap periode kepengurusan ditingkatan rayon, komisariat, maupun cabang
nantinya. Sebab jika kita potret lebih dalam lagi masih banyak
ruang-ruang yang seharusnya mampu diisi oleh kader-kader PMII melalui
proses kaderisasi yang terkonsep dan berjenjang.
Produk
serta formulasi kaderisasi PMII yang telah terskema dengan sistematis
dan konseptual belum mampu diterjemahkan dan dipahami secara tuntas oleh
kader-kader yang memiliki tanggung jawab dalam setiap proses kaderisasi
pada tingkatan level organisasi di PMII. Sehingga
dewasa ini yang sering terjadi pada tataran basis kader adalah semangat
militansi dan loyalitas kader terkesan semu dan tak terarah, yang
disebabkan oleh kurang maksimalnya transformasi dan internalisasi
nilai-nilai ke PMII an pada kader melalui formulasi kaderisasi yang ada.
Problem
kaderisasi yang dewasa ini masih kurang terjamah oleh desain kaderisasi
adalah bagaimana pola pengkaderan dapat memberikan ruang sebagai media
aktualisasi bagi anggota, kader dan mereka yang telah purna/pasca
sebagai pengurus PMII. Sering kali pada beberapa kepengurusan di
tingkatan rayon, komisariat dan cabang belum terdapat desain yang
sinergis serta mampu mengakomodir kepentingan kaderisasi.
Berangkat dari bangunan history
dan filosofis berdirinya lembaga pendidikan di suatu wilayah, mahasiswa
sebagai bagian civitas akademika yang berada didalamnya harus mampu
memberikan kebermanfaatan melalui output
yang dihasilkan dari sayap-sayap keilmuan fakultatifnya dengan kajian
ilmiah dan pendampingan pada masyarakat secara berkelanjutan. Sebagai
bentuk pengabdian pada masyarakat dan tanggung jawab keilmuan mahasiswa
pada perubahan dan kontrol sosial.
Mahasiswa
dan PMII merupakan bagian yang saling berkaitan dan tak terpisahkan.
Sebab berawal dari mahasiswalah kita mengenal dan menjadi kader PMII
serta berangkat dari ruang-ruang ilmiah dibangku kuliahlah kita
diperkenalkan oleh berbagai khasanah wawasan sebagai bekal keilmuan dan
modal pengembangan sayap gerakan serta kaderisasi. Input inilah
yang nantinya harus mampu diolah dan dimaksimalkan melalui konsepsi dan
formulasi kaderisasi yang telah terskema dengan sistematis agar output kader
dan alumni yang dihasilkan nantinya mampu memiliki andil dalam menjaga
eksistensi organisasi dan penguatan sayap-sayap gerakan untuk mengisi
dan merebut ruang-ruang perubahan dalam menciptakan civil society.
Kaderisasi dikampus umum
Model
dan formulasi kaderisasi yang dilaksanakan pada proses internalisasi
nilai dan pembentukan karakter kader PMII pada level basis kader
memiliki karakteristik dan kultur yang berbeda-beda menyesuaikan dengan
kondisi lingkungan dan tipologi karakter mahasiswa pada tingkatan
lembaga serta fakultatif tertentu. Tahapan mengurai dan menganalisa
lebih dalam ini pada akhirnya nanti akan membantu pengurus pada tiap
level lembaga dalam menentukan metode, saluran dan arahan output yang ingin dicapai melalui proses kaderisasi tersebut.
Berangkat
dari kompleksitas kondisi tersebut, metode kaderisasi yang dijalankan
sahabat-sahabat pengurus rayon maupun komisariat memiliki kultur
karakteristik dan tantangan yang lebih kompleks dibandingkan dengan yang
ada pada kampus-kampus yang berlatar belakang Islam. Hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi sahabat-sahabat pengurus untuk lebih inovatif
dan progresif dalam menjalankan agenda kaderisasi pada setiap
lembaganya.
Kekayaan
bidang kajian keilmuan yang terdapat dikampus umum, dengan hadirnya
bermacam fakultatif keilmuan yang beragam dan secara khusus mempelajari
disiplin ilmu tertentu sebaiknya dapat dijadikan modal dasar pengurus
untuk dapat memaksimalkan potensi fakultatif tersebut melalui pemetaan
dan program pengembangan potensi akademik kader agar dapat dimaksimalkan
pada ruang-ruang implementasi keilmuan yang terdapat ditiap jenjang
lembaga.
Pengembangan
potensi-potensi tersebut diatas akan mampu dijadikan salah satu ruang
implementasi nilai yang didapat pada proses pengkaderan di PMII melalui
lembaga-lembaga akademik maupun minat bakat kemahasiswaan yang berada di
kampus (baca:ormawa).
Selain
dari pada itu, penanaman nilai-nilai keIslaman dan pemahaman akan
kePMIIan harus mampu disesuaikan dengan porsinya melalui ruang
kaderisasi non formal dan ruang-ruang kultural yang ada. Sehingga
pemahaman akan nilai-nilai tersebut dapat tersampaikan secara
kontekstual maupun tekstual dan akan lebih lunak penyampaian juga
pemahamannya serambi mengatur ritme pengkaderan pada tingkatan yang
selanjutnya.
Berawal
dari bangunan tersebut, PMII pada akhirnya akan mampu menjawab
tantangan yang hadir dalam konteks kekinian dengan pergeseran pola pikir
dan tingkah laku mahasiswa terhadap pemahaman pentingnya berorganisasi,
dengan memberikan jawaban atas kebutuhan mahasiswa.
Menemukan formulasi kaderisasi
Heterogennya latar belakang kultural mahasiswa di kampus umum serta academic regulations yang
ada menjadi tantangan tersendiri bagi PMII dikampus umum agar tetap
mampu bertahan ditengah-tengah masyarakat kampus yang beragam. Kampus
sebagai salah satu akses kader untuk survive pada
keilmuan menjadi sebuah bagian keniscayaan tersendiri. Diruang keilmuan
formal tersebut kader akan mendapatkan akses keilmuan yang sekiranya
tak didapatkan pada ruang informal.
Keberadaan PMII kampus umum di Indonesia telah banyak berkembang. Secara kuantitas pun kader-kader PMII dikampus
umum (Unej, UB, UGM, UI dsb) telah tersebar dan telah memiliki alumni
yang tersebar ditengah-tengah masyarakat. Alumni yang tercetak melalui
pendidikan formal dibangku perkuliahan dan melalui proses penanaman
nilai pada proses pengkaderan di PMII pun juga tak kalah besar secar
kuantitas maupun kualitas. Hal ini harus dapat di manfaatkan sebagai
ruang untuk membangun akses pengembangan output yang dihasilkan pada proses kaderisasi di PMII agar mampu mengisi ruang-ruang pengabdian dimasyarakat kelak.
Pencapaian
kuantitas anggota tersebut tidak terlepas dari strategi dan metode
penjaringan anggota yang digunakan meskipun dalam perjalanannya terdapat
sedikit ketimpangan secara kuantitas yang seharusnya bisa diminimalisir
dengan kematangan konsep taktis skematik yang mampu ditransformasikan
pada tiap lembaga. Kelemahan mendasar tersebut membuat ketimpangan
kuantitas anggota terjadi pada lembaga-lembaga lainnya. Sehingga
diperlukan soliditas organ sebagai prasyarat utama agar terbentuk
pemahaman yang masif terhadap metode kaderisasi pada tahapan mapaba.
Sebagai contoh pada tahapan pengawalan kaderisasi pada lingkungan PMII
Komisariat Universitas Jember memiliki tahapan proses yang berantai dan
berkesinambungan, yang tanpa disadari seyogyanya apabila hal tersebut
diskemakan secara rinci dan sistematis akan menjadi suatu metode yang
baik dalam memaksimalkan perebutan basis masa keanggotaan dikampus umum.
Seperti
yang dilaksanakan PMII dikampus umum lainnya. Sebelum menginjak pada
proses pendidikan formal mapaba, rayon-rayon dilingkungan PMII
Komisariat Universitas Jember sering memaksimalkan bulan awal saat
mahasiswa baru masuk untuk mempersiapkan format kegiatan pra mapaba yang
terangkai dalam bentuk kegiatan yang berorientasi pada bangunan
kedekatan personal, pemahaman dan pengenalan tentang keorganisasian dan
kemahasiswaan dengan bentuk kegiatan non formal sebagai pondasi awal
bagi PMII untuk dapat merebut komunitas baru dalam lingkup mahasiswa
baru sebelum siap memasuki jenjang mapaba.
Jejang
persiapan dan pendampingan tersebut nantinya akan berlanjut pada
tahapan pendidikan formal Mapaba dan tindak lanjutnya pada pra
mapabanya. Sehingga dengan metode ini pengurus mampu memaksimalkan ruang
kaderisasi di rayon maupun komisariat untuk mengatur ritme tahapan
pendampingan terhadap anggota berupa penanaman ideologisasi terhadap
anggota. Selain itu pula seleksi dan bentuk pendampingan pada awal
proses pengenalan terhadap PMII ini pada akhirnya akan menciptakan kader
yang memiliki totalitas sebagai anggota PMII.
Kajian
dan diskusi ringan kaderisasi selalu menarik dan tak akan ada habisnya
untuk dibicarakan. Sebab melalui saluran dan pemahaman inilah eksistensi
organisasi akan tetap terus terjaga. Wacana tentang hal tersebut sering
hadir pada ruang-ruang diskusi formal maupun non formal yang hadir
diwarung-warung kopi. Sumbangsih terhadap pemikiran baru terhadap
kaderisasi dilingkungan PMII Komisariat Universitas Jember akan menjadi
suatu jawaban terhadap tantangan dan dinamika perkembangan masyarakat
dewasa ini.
Membentuk bangunan kelembagaan kaderisasi
Kekuatan
dan kebesaran institusi kelembagaan PMII di kampus umum secara basis
keanggotaan, secara niscaya tak akan memberikan kebermanfaatan dalam
konteks kaderisasi tanpa adanya kesadaran bersama akan pemahaman dan
tanggung jawab kelembagaan terhadap pengawalan setiap proses
pengkaderan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa konsepsi yang matang menjadi sesuatu yang urgent dalam
pengkaderan. Sebab berangkat dari hal itulah arahan kaderisasi dapat
ditentukan, akan diarahkan dan dibawa kemana proses kaderisasi yang
telah kita berikan pada para anggota dan kader pada setiap level
lembaga. Pemahaman atas tanggung jawab kaderisasi pun selayaknya harus
berangkat dari bangunan pemahaman akan pentingnya argumentasi kaderisasi
pada individu personal maupun kelembagaan dalam melangsungkan proses
kaderisasi.
Berbicara
tentang pemahaman atas argumentasi kederisasi diatas, yang harus mampu
secara tuntas dipahami dan dimengerti oleh setiap pengkader, disini akan
sedikit dihadirkan pemahaman akan hal tersebut. Argumentasi kaderisasi
merupakan sebuah bentuk pemahaman atas apa yang mendasari kita melakukan
proses kaderisasi. Terdapat 5 argumentasi kaderisasi yaitu argumentasi
idealis yakni sebuah bentuk pewarisan nilai-nilai, argumentasi strategis
sebagai bentuk optimalisasi potensi kader, berikutnya argumentasi
praksis yakni kepentingan untuk memperbanyak anggota, selanjutnya
argumentasi pragmatis dalam kaitannya dengan eksistensi organisasi, dan
yang terakhir argumentasi administratif yaitu menjalankan mandat
organisasi[4].
Dewasa
ini pemahaman akan argumentasi kaderisasi tersebut belum mampu secara
masif dipaham oleh para pengurus dan kader yang memiliki tanggung jawab
untuk mengkader. Padahal argumentasi tersebut menjadi hal dasar yang
semestinya telah dimengerti oleh setiap diri pengkader.
Berangkat
dari hal tersebut diatas, dalam proses berjalannya roda organisasi pada
level lembaga rayon masih sering dijumpai kesenjangan pemahaman akan
konsepsi kaderisasi. Sehingga yang terjadi kesenjangan tersebut berefek
pada kinerja kelambagaan tersebut yang tercermin dari jumlah kuantitas
anggota dan kualitas kader yang ada didalam lembaga tersebut. Kondisi
kesenjangan tersebut jika dibiarkan secara berlarut dapat mengancam
eksistensi organisasi.
Melihat
realita kondisi kaderisasi yang belum terkonsep secara hierarki pada
setiap jenjang level organisasi, dirasa perlu adanya bentuk pembagian
wewenang dan tugas setiang elemen organisasi pada poros porsinya dalam
mengawal proses kaderisasi pada setiap jenjangnya sebagai salah satu
bentuk pengawalan yang masif dan konkrit pada konteks proses
pengkaderan.
Berbicara
mengenai pembagian wewenang dan tugas pengawalan kaderisasi tersebut
dimaksudkan agar pada setiap level organisasi tertanam jelas haluan dan
sistem pengkaderan yang terkonsep secara rapih dan sistematis. Dimanakah
posisi cabang pada tingkatan kelembagaannya dalam mengawal kaderisasi,
bagaimanakah peran dan porsi surveillance komisariat
dalam memberikan arahan pengkaderan pada level dibawahnya, serta apa
yang harus dilakukan rayon-rayon melalui ruang prosesnya yang ideal
mampu melahirkan anggota dan kader yang loyal dan progresif.
Wacana
mengenai bangunan sistem kaderisasi serta diskursus mengenai posisi dan
peran level kelembagaan yang menaunginya dalam kontribusi pada
pengawalan kaderisasi di wilayah Jember dan Universitas Jember pada
khususnya telah menjadi pembicaraan dan kajian yang menarik dibicarakan
kembali khususnya bagi sahabat-sahabat kader yang berasal dari kampus
umum semenjak konsepsi kaderisasi “The Leading Sectors”
diwacanakan oleh PB PMII. Tentang rumusan apa yang tepat untuk
dijalankan dalam menjalankan proses kaderisasi di kampus umum. Semoga
berangkat dari tulisan singkat ini, sahabat-sahabat sekalian dapat
memetik beberapa point yang kemudian perlu untuk difikirkan dalam ruang diskusi transaksi gagasan yang membangun.
Jakarta, 25 Maret 2013.
[1] Tulisan ini diterbitkan pada buletin kontemplasi PMII Rayon Fakultas Sastra Universitas Jember.
[2] Mandataris RTK IV PMII Komisariat Universitas Jember 2011/2012.
[3] Baca buku Merebut Kekuatan Perubahan team kaderisasi PKC Jawa Timur 2003-2005, Materi Konkorcab XVII PMII PKC 2003-2005.
[4] Baca buku Multi Level Strategi PMII
Share This :
0 komentar:
Posting Komentar