Rss Feed Facebook Twitter Google Plus

post:


Jumat, 19 April 2013

REALITAS SEBUAH LEGENDA ; BAWANG

Written by 

  Alkisah disebuah desa, hiduplah   seorang janda yang memiliki dua orang anak gadis yang cantik, Bawang Merah dan Bawang Putih. Ayah kandung Bawang Putih telah lama meninggal dunia. Bawang Merah dan Bawang Putih memiliki sifat dan perangai yang sangat berbeda dan bertolak belakang. Bawang Putih adalah gadis sederhana yang rendah hati, tekun, rajin, jujur dan baik hati. Sementara Bawang Merah adalah seorang gadis yang malas, sombong, suka bermewah-mewah, tamak dan pendengki.
 Suatu hari bawang putih mendapatkan labu dari seorang nenek yang telah ia bantu, labu itu ternyata berisi emas. Bawang merah dan ibu tiri yang iri kemudian mencari cara untuk mendapatkan labu serupa. Maka bawang putih pun mencari nenek itu dan meminta labu yang besar karena tamak. Prak .... ternyata berisi ular. Diakhir cerita ibu tiri dan Bawang merah, meminta maaf pada Bawang putih dan mereka hidup rukun bahagia selamanya.
Inilah kisah dongeng yang hampir diketahui oleh semua orang Indonesia, namun sayangnya kisah yang berakhir manis itu tidak manis realitanya. Kurang lebih sebulan yang lalu,tepatnya sepanjang Maret 2013, negeri kita tercinta dilanda kehilangan yang sangat besar. Bukan lain ialah kehilangan aroma bawang merah dan bawang putih dalam rasa makanan kita sehari-hari. Berdasarkan tinjauan lapangan, harga bawang putih di dalam negeri terus melejit hingga Rp 36.000-40.000 per Kg, padahal harga normal sebelumnya mencapai Rp 6000-10.000 per Kg. Sebagian besar kebutuhan bawang putih di dalam negeri masih dipenuhi dari impor, sebab petani dalam negeri hanya mampu memenuhi kurang dari 10 persen pasokan bawang putih dari total kebutuhan nasional. Menanam bawang memilikihigh risk high return, sehingga banyak petani yang memutuskan untuk menanam tanaman lain. Berdasarkan penelitian Kementerian Pertanian, petani bawang ini banyak yang mengalihkan fungsi lahannya menjadi menanam padi karena lebih menguntungkan, ongkos produksi untuk satu hektare produksi bisa mencapai Rp 60 juta, ini jauh lebih mahal ketimbang menanam padi untuk luas satu hektar produksi. Kebutuhan bawang putih bagi masyarakat di Indonesia cukup besar dan terus meningkat setiap tahunnya. Menurut data Susenas 2003, konsumsi per kapita bawang putih penduduk Indonesia mencapai 1,13 kg/tahun sehingga kebutuhan bawang putih nasional per tahun mencapai sekitar 250 ribu ton, dan jumlahnya cenderung meningkat karena pertambahan penduduk atau ragam penggunaan yang semakin banyak. Namun produksi  bawang putih kita belum mampu memenuhi permintaan tersebut, sejauh ini tingkat produksi dan areal tanam cenderung menurun selama beberapa tahun terakhir ini. 




Sebagai gambaran keadaan produksi dan areal tanam tiga tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut ini.

 
Produksi- Luas Panen
Keadaan

2004
2005
2006
Produksi (Ton)
28.851
20.733
20.780
Luas panen Ha)
4.930
3.280
3.284
 * Angka Prognosa
Berdasarkan data kebutuhan bawang putih secara nasional mencapai 400.000 ton setiap tahun yang mana sekitar 320.000 ton dipenuhi dari impor, sementara sisanya dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Kuota RIPH (Rekomenasi Impor Produk Hortikultura) 160.000 ton bawang putih dan bawang merah 60.000 ton, kuota 50% lebih didapat oleh sebuah asosiasi (kartel) yang perusahaanya hanya 21 perusahaan dari 131 perusahaan yang mendapatkan izin RIPH.  
Tabel Perbandingan Volume dan Nilai Ekspor Impor Bawang Putih
2004
2005
2006
Vol (ton)
Nilai (USD)
Vol (ton)
Nilai (USD)
Vol (ton)
Nilai (USD)
Ekspor
39,3
43.166
18,1
7.308
20,4
12.090
Impor
244.446,1
53.474.300
283.403,3
66.700.100
295.057,1
103.066.900
Neraca
- 244.406,8
- 53.431.134
- 283.385,2
- 66.692.792
- 295.036,7
- 103.054.810
Sumber: Dirjen Hortikultura
Dengan adanya gap (perbedaan) yang sangat tinggi antara kebutuhan dan produksi, menyebabkan terjadinya ketergantungan sangat tinggi pada impor bawang putih untuk memenuhi permintaan konsumen domestik. Dari data yang ada, impor bawang putih pada tahun 2006 sebesar 295 ribu ton dengan nilai sekitar 103 juta US$, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya volume dan nilai impor memperlihatkan kecenderungan terus meningkat. 
Import bawang merah dan bawang putih sendiri terhenti ketika kisruh diberhentikannya import daging sapi, sehingga saat ini tak ada satu pun importir bawang yang mendapatkan Rekomendasi Import Produk Holtikultura (RIPH) bawang sehingga mempengaruhi stok kebutuhan bawang yang saat ini sedang banyak dibutuhkan pasar.Dua hal tersebut tadi sebagai penyebab lonjaknya harga bawang merah dengan cepat. Asosiasi petani bawang merah telah memberikan batasan impor maksimal 6.000 ton dalam kurun dua bulan ke depan.
Untuk Impor bawang putih ke Indonesia yang saat ini didominasi oleh China, tarif bea impor bawang putih sebesar 5 %. Dengan adanya kondisi dan kebijakan tersebut, bawang putih produksi dalam negeri menjadi terdesak dan kalah bersaing, lama ke lamaan petani tidak tertarik lagi untuk melakukan usaha di bidang komoditas ini. Saat ini sentra produksi bawang putih terbesar hanya terdapat di provinsi Sumatera Utara sekitar 33% dari produksi nasional (mencakup kabupaten Simalungun dan Samosir), dan daerah produksi lainnya adalah provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Wonosobo) sebesar 18% dan Jawa Timur (Kota Batu) sekitar 15%. Hal lain, kenyataannya impor bawang putih dapat dilakukan secara bebas oleh para importir tanpa menggunakan acuan standar mutu sehingga mutu bawang putih impor yang diperdagangkan di dalam negeri sangat beragam, namun secara umum harganya lebih murah dengan kualitas dan performan lebih baik.
Dilema besar dialami pemerintah, disatu sisi desakan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri begitu besar, sementara perlindungan terhadap petani belum mksimal. Apabila kran impor dibuka begitu besar maka arus masuk bawang ke Indonesia lambat laun akan mematikan produksi bawang lokal karena sejauh ini pemerintah belum mampu mengakomodir seluruh kebutuhan petani akan adanya cold storage yaitu penyimpanan sementara untuk menampung hasil panen agar lebih bisa diatur frekuensi distribusinya ke seluruh Indonesia. Cold storage juga merupakan sebuah upaya perlindungan pemerintah terhadap petani, agar hasil pertanian tidak terlalu jatuh saat pasokan sedang banyak karena bisa disimpan lebih lama, Selain itu, kurangnya pembinaan yang berkaitan dengan rekayasa genetika karena tidak bisa dipungkiri faktor kemampuan China menjadi pengekspor terbesar komoditas bawang putih dan (sebagian  bawang merah) ke Indonesia salah satunya adalah faktor teknologi rekayasa pangan mereka yang sukses menciptakan tanaman yang lebih kuat, tahan hama dan dengan masa tanam lebih singkat. Dalam berbagai artikel yang saya temukan, banyak dibahas bahwa  kegagalan petani dalam menmproduksi bawang diantaranya adalah adanya hama yang menyebabkan layunya tanaman ditengah-tengah masa tanam, sehingga petani seringkali mengalami kerugian yang berdampak pada keengganan petani untuk menanam bawang. Apabila digempur impor terus-menerus, bukan tak mungkin kisah bawang merah dan bawang putih yang happy ending hanya akan menjadi kisah dongeng saja, sementara realitasnya justru menyedihkan.

********** SEKIAN **********

Daftar pustaka


Share This :

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

Selamat datang di blog kami,Rayon Teknik PMII-UMM,Sekretariat : Perumahan MSI BLOK G. No. 14 Jetis Malang,Phone : 087759937991

About

Blog Archive