Written by @tanmalika
Alkisah disebuah desa, hiduplah seorang janda yang memiliki dua orang anak gadis yang cantik, Bawang Merah dan Bawang Putih.
Ayah kandung Bawang Putih telah lama meninggal dunia. Bawang Merah dan
Bawang Putih memiliki sifat dan perangai yang sangat berbeda dan
bertolak belakang. Bawang Putih adalah gadis sederhana yang rendah hati,
tekun, rajin, jujur dan baik hati. Sementara Bawang Merah adalah
seorang gadis yang malas, sombong, suka bermewah-mewah, tamak dan
pendengki.
Suatu
hari bawang putih mendapatkan labu dari seorang nenek yang telah ia
bantu, labu itu ternyata berisi emas. Bawang merah dan ibu tiri yang iri
kemudian mencari cara untuk mendapatkan labu serupa. Maka bawang putih
pun mencari nenek itu dan meminta labu yang besar karena tamak. Prak
.... ternyata berisi ular. Diakhir cerita ibu tiri dan Bawang merah,
meminta maaf pada Bawang putih dan mereka hidup rukun bahagia selamanya.
Inilah
kisah dongeng yang hampir diketahui oleh semua orang Indonesia, namun
sayangnya kisah yang berakhir manis itu tidak manis realitanya. Kurang
lebih sebulan yang lalu,tepatnya sepanjang Maret 2013, negeri kita
tercinta dilanda kehilangan yang sangat besar. Bukan lain ialah
kehilangan aroma bawang merah dan bawang putih dalam rasa makanan kita
sehari-hari. Berdasarkan tinjauan lapangan, harga
bawang putih di dalam negeri terus melejit hingga Rp 36.000-40.000 per
Kg, padahal harga normal sebelumnya mencapai Rp 6000-10.000 per Kg. Sebagian
besar kebutuhan bawang putih di dalam negeri masih dipenuhi dari impor,
sebab petani dalam negeri hanya mampu memenuhi kurang dari 10 persen
pasokan bawang putih dari total kebutuhan nasional. Menanam bawang memilikihigh risk high return, sehingga banyak petani yang memutuskan untuk menanam tanaman lain. Berdasarkan
penelitian Kementerian Pertanian, petani bawang ini banyak yang
mengalihkan fungsi lahannya menjadi menanam padi karena lebih
menguntungkan, ongkos produksi untuk satu hektare produksi bisa mencapai Rp 60 juta, ini jauh lebih mahal ketimbang menanam padi untuk luas satu hektar produksi. Kebutuhan bawang putih bagi masyarakat di Indonesia cukup besar dan terus meningkat setiap tahunnya.
Menurut data Susenas 2003, konsumsi per kapita bawang putih penduduk
Indonesia mencapai 1,13 kg/tahun sehingga kebutuhan bawang putih
nasional per tahun mencapai sekitar 250 ribu ton, dan jumlahnya
cenderung meningkat karena pertambahan penduduk atau ragam penggunaan
yang semakin banyak. Namun produksi bawang putih kita belum mampu memenuhi permintaan tersebut, sejauh ini tingkat produksi dan areal tanam cenderung menurun selama beberapa tahun terakhir ini.
Sebagai gambaran keadaan produksi dan areal tanam tiga tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Produksi- Luas Panen
|
Keadaan
|
||
2004
|
2005
|
2006
|
|
Produksi (Ton)
|
28.851
|
20.733
|
20.780
|
Luas panen Ha)
|
4.930
|
3.280
|
3.284
|
* Angka Prognosa
Berdasarkan data kebutuhan bawang putih
secara nasional mencapai 400.000 ton setiap tahun yang mana sekitar
320.000 ton dipenuhi dari impor, sementara sisanya dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Kuota
RIPH (Rekomenasi Impor Produk Hortikultura) 160.000 ton bawang putih
dan bawang merah 60.000 ton, kuota 50% lebih didapat oleh sebuah
asosiasi (kartel) yang perusahaanya hanya 21 perusahaan dari 131
perusahaan yang mendapatkan izin RIPH.
Tabel Perbandingan Volume dan Nilai Ekspor Impor Bawang Putih
2004
|
2005
|
2006
|
||||
Vol (ton)
|
Nilai (USD)
|
Vol (ton)
|
Nilai (USD)
|
Vol (ton)
|
Nilai (USD)
|
|
Ekspor
|
39,3
|
43.166
|
18,1
|
7.308
|
20,4
|
12.090
|
Impor
|
244.446,1
|
53.474.300
|
283.403,3
|
66.700.100
|
295.057,1
|
103.066.900
|
Neraca
|
- 244.406,8
|
- 53.431.134
|
- 283.385,2
|
- 66.692.792
|
- 295.036,7
|
- 103.054.810
|
Sumber: Dirjen Hortikultura
Dengan
adanya gap (perbedaan) yang sangat tinggi antara kebutuhan dan
produksi, menyebabkan terjadinya ketergantungan sangat tinggi pada impor
bawang putih untuk memenuhi permintaan konsumen domestik. Dari data
yang ada, impor bawang putih pada tahun 2006 sebesar 295 ribu ton dengan
nilai sekitar 103 juta US$, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya
volume dan nilai impor memperlihatkan kecenderungan terus meningkat.
Import bawang merah dan bawang putih sendiri
terhenti ketika kisruh diberhentikannya import daging sapi, sehingga
saat ini tak ada satu pun importir bawang yang mendapatkan Rekomendasi
Import Produk Holtikultura (RIPH) bawang sehingga mempengaruhi stok
kebutuhan bawang yang saat ini sedang banyak dibutuhkan pasar.Dua hal
tersebut tadi sebagai penyebab lonjaknya harga bawang merah dengan
cepat. Asosiasi petani bawang merah telah memberikan batasan impor maksimal 6.000 ton dalam kurun dua bulan ke depan.
Untuk Impor bawang putih ke Indonesia yang saat ini didominasi oleh China, tarif bea impor bawang putih sebesar 5 %. Dengan
adanya kondisi dan kebijakan tersebut, bawang putih produksi dalam
negeri menjadi terdesak dan kalah bersaing, lama ke lamaan petani tidak
tertarik lagi untuk melakukan usaha di bidang komoditas ini. Saat ini
sentra produksi bawang putih terbesar hanya terdapat di provinsi
Sumatera Utara sekitar 33% dari produksi nasional (mencakup kabupaten
Simalungun dan Samosir), dan daerah produksi lainnya adalah provinsi
Jawa Tengah (Kabupaten Wonosobo) sebesar 18% dan Jawa Timur (Kota Batu)
sekitar 15%. Hal lain, kenyataannya impor bawang putih dapat dilakukan
secara bebas oleh para importir tanpa menggunakan acuan standar mutu
sehingga mutu bawang putih impor yang diperdagangkan di dalam negeri
sangat beragam, namun secara umum harganya lebih murah dengan kualitas
dan performan lebih baik.
Dilema
besar dialami pemerintah, disatu sisi desakan untuk memenuhi kebutuhan
pasar dalam negeri begitu besar, sementara perlindungan terhadap petani
belum mksimal. Apabila kran impor dibuka begitu besar maka arus masuk
bawang ke Indonesia lambat laun akan mematikan produksi bawang lokal
karena sejauh ini pemerintah belum mampu mengakomodir seluruh kebutuhan
petani akan adanya cold storage yaitu
penyimpanan sementara untuk menampung hasil panen agar lebih bisa
diatur frekuensi distribusinya ke seluruh Indonesia. Cold storage juga
merupakan sebuah upaya perlindungan pemerintah terhadap petani, agar
hasil pertanian tidak terlalu jatuh saat pasokan sedang banyak karena
bisa disimpan lebih lama, Selain itu, kurangnya pembinaan yang berkaitan
dengan rekayasa genetika karena tidak bisa dipungkiri faktor kemampuan
China menjadi pengekspor terbesar komoditas bawang putih dan (sebagian bawang
merah) ke Indonesia salah satunya adalah faktor teknologi rekayasa
pangan mereka yang sukses menciptakan tanaman yang lebih kuat, tahan
hama dan dengan masa tanam lebih singkat. Dalam berbagai artikel yang
saya temukan, banyak dibahas bahwa kegagalan
petani dalam menmproduksi bawang diantaranya adalah adanya hama yang
menyebabkan layunya tanaman ditengah-tengah masa tanam, sehingga petani
seringkali mengalami kerugian yang berdampak pada keengganan petani
untuk menanam bawang. Apabila digempur impor terus-menerus, bukan tak
mungkin kisah bawang merah dan bawang putih yang happy ending hanya akan menjadi kisah dongeng saja, sementara realitasnya justru menyedihkan.
********** SEKIAN **********
Daftar pustaka
Share This :
0 komentar:
Posting Komentar